cara menghukum
orang yang berzina terbagi dua yaitu :
a. laki-laki / perempuan yang masih bujang dan belum
pernah menikah maka
hukumannya adalah dicambuk 100 kali.
b. tetapi kalau laki-laki dan perempuan yang sudah menikah maka dikatagorikan hukuman hudud.
Yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah SWT,
sehingga tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan tersebut, baik
oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan Qs. an-Nuur [24]:
2,
Artinya: pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum
jilid (cambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muhson
(pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi saw maka diterapkan hukuman
rajam.
Oleh karena itu, Islam telah
menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina dengan hukuman cambuk seratus
kali bagi yang belum nikah dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang
menikah. Di samping hukuman fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga
diberikan bagi mereka yaitu berupa diumumkannya aibnya, diasingkan (taghrib),
tidak boleh dinikahi dan ditolak persaksiannya. Hukuman ini sebenarnya lebih
bersifat preventif (pencegahan) dan pelajaran berharga bagi orang lain. Hal ini
mengingat dampak zina yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dalam
konteks tatanan kehidupan individu, keluarga (nasab) maupun masyarakat.
Di sisi lain, tindak pidana
perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia,
dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas
tahun.
Pasal 82 UU Perlindungan Anak
berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).”
Hukum Pembunuhan
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat
pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (QS. 2 : 178 – 179).
\Yang dimaksud qishash di sini ialah
hukuman di dunia bagi pembunuh, dan hak mutlak bagi ahli waris terbunuh untuk
meminta kepada hakim agar melaksanakan hukuman kepadanya, dengan harapan dapat
dijadikan pelajaran bagi yang lainnya.
Berbeda
halnya dengan undang-undang buatan manusia. Undang-undang hanya menyerahkan
persoalan sepenuhnya kepada kehakiman, dan hanya kehakimanlah yang berhak
menghukum atau memaafkan pembunuh. Atau boleh juga kehakiman memutuskan dengan
denda yang dibayarkan kepada ahli waris terbunuh. Tentu saja, keputusan semacam
ini takkan dapat memuaskan hati para ahli waris terbunuh. Akibatnya, rasa
dendam akan menyala di hati ahli waris terbunuh terhadap si pembunuh.
Terkadang, peristiwa ini akan melibatkan orang lain yang masih saudara atau
teman satu daerah. Demikian juga di pihak pembunuh, ia akan melibatkan temannya
untuk mempertahankan dirinya. Akhirnya, meletuslah perang saudara yang
berakibat banyaknya jiwa yang gugur dan kerugian harta benda yang banyak.
Pasal
340 KHUP
“barang siapa sengaja dengan rencana lebih
dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati, atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”
Hukum Pencurian
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah
memotong tangan orang yang mencuri sebuah perisai yang harganya 3 dirham. (1)
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga pernah menetapkan bahwa tangan pencuri
tidak boleh dipotong kalau hasil curiannya kurang dari ¼ dinar. (HR. Al-Bukhari
(12/89), Muslim (1684), Malik (2/832), At-Tirmidzi (1445) dan Abu Daud (4383)
dari hadits Aisyah -radhiallahu anha-.) Telah shahih dari beliau bahwa beliau
bersabda, “Potonglah tangan pada pencurian senilai ¼ dinar, dan jangan kalian
memotong kalau nilainya di bawah dari itu.”
“Barangsiapa mengambil barang
secara menyeluruh atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”
Itu merupakan bunyi Pasal 362 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencurian.
Hukum Warisan
"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu):
jika seorang meningal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan
itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki
dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang
saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak
sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an-Nisa': 176)
Empat Golongan yang Berhak Menerima
Warisan
A. GOLONGAN I.
Dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yang berhak menerima warisan. Dalam bagan di atas yang mendapatkan warisan adalah istri/suami dan ketiga anaknya. Masing-masing mendapat ¼ bagian.
Dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yang berhak menerima warisan. Dalam bagan di atas yang mendapatkan warisan adalah istri/suami dan ketiga anaknya. Masing-masing mendapat ¼ bagian.
Ayah
Ibu
Pewaris
Saudara
Saudara
Ibu
Pewaris
Saudara
Saudara