Hakekat
Bahasa dan Fungsinya
Oleh Herman RN
Hakekat bahasa sama pengertiannya
dengan ciri atau sifat hakiki terhadap bahasa. Chaer (1994:33) mengemukakan hakekat
bahasa itu di antaranya adalah sebagai berikut.
- Bahasa sebagai sistem
Kata sistem dalam keilmuan
dapat dipahami sebagai susunan yang teratur, berpola, membentuk suatu
keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
bahasa memiliki sifat yang teratur, berpola, memiliki makna dan fungsi.
Sistematis diartikan pula bahwa bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak
tersusun acak. Karenanya, sebagai sebuah sitem, bahasa juga sistemik.
Sistematik atau sistematis maksudnya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal,
tetapi juga terdiri atas sub-subsistem atau sistem bawahan. Di sini dapat
disebutkan subsistem-subsistem itu antara lain; subsistem fonologi,
subsistem morfologi, subsistem sintaksis, subsistem semantik. Maka, sebagai
sebuah sistem, bahasa berfungsi untuk memilah kajian morfologi, fonologi,
sintaksi, dan semantik.
- Bahasa itu berwujud lambang
Ungkapan lambang tentu sudah sering
kita dengar, semisal ungkapan “merah lambang berani dan putih lambang suci”.
Dalam bidang ilmu, istilah lambang berada dalam kajian semiotika atau semiologi.
Bahasa sebagai lambang, di dalamnya ada tanda, sinyal, gejala, gerak isyarat,
kode, indeks, dan ikon. Lambang sendiri sering disamakan dengan simbol. Dengan
demikian, bahasa sebagai lambang artinya memiliki simbol untuk menyampaikan
pesan kepada lawan tutur. Ia berfungsi untuk menegaskan bahasa yang hendak
disampaikan.
- Bahasa itu adalah bunyi
Kata bunyi berbeda dengan
kata suara. Menurut Kridaklaksana (1983:27) bunyi adalah pesan dari
pusat saraf sebagai akibat dari gendang telinga yang bereaksi karena
perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Karena itu, banyak ahli menyatakan
bahwa yang disebut bahasa itu adalah yang sifatnya primer, dapat diucapkan dan
menghasilkan bunyi. Dengan demikian, bahasa tulis adalah bahasa skunder yang
sifatnya berupa rekaman dari bahasa lisan, yang apabila dibacakan/dilafalkan
tetap melahirkan bunyi juga. Sebagai bunyi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan
pesan lambang dari kebahasaan sebagaimana disebutkan di atas bahwa bahasa juga
bersifat lambang.
- Bahasa itu bermakna
Bahasa sebagai suatu hal yang
bermakna erat kaitannya dengan sistem lambang bunyi. Oleh sebab bahasa itu
dilambangkan dengan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu
pikiran, yang hendak disampaikan melalui wujud bunyi tersebut, maka bahasa itu
dapat dikatakan memiliki makna. Lambang bunyi bahasa yang bermakna itu, dalam
bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frasa, klausa,
kalimat, dan wacana.
- Bahasa itu arbitrer
Arbitrer dapat diartikan
‘sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Arbitrer diartikan
pula dengan tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud
bunyi) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Hal ini
berfungsi untuk memudahkan orang dalam melakukan tindakan kebahasaan.
- Bahasa itu unik
Bahasa dikatakan memiliki sifat yang
unik karena setiap bahasa memiliki ciri khas sendiri yang dimungkinkan tidak
dimiliki oleh bahasa yang lain. Ciri khas ini menyangkut sistem bunyi, sistem
pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat dan sistem-sistem lainnya. Di
antara keunikan yang dimiliki bahasa bahwa tekanan kata bersifat morfemis,
melainkan sintaksis. Bahasa bersfiat unik berfungsi untuk membedakan antara bahasa
yang satu dengan lainnya.
- Bahasa itu universal
Selain unik dengan ciri-ciri khas
tersendiri, setiap bahasa juga dimungkinkan memiliki ciri yang sama untuk
beberapa kategori. Hal ini bisa dilihat pada fungsi dan beberapa sifat bahasa.
Karena bahasa itu bersifta ujaran, ciri yang paling umum dimiliki oleh setiap
bahasa itu adalah memiliki vokal dan konsonan. Namun, beberapa vokal dan
konsonan pada setiap bahasa tidak selamanya menjadi persoalan keunikan. Bahasa
Indonesia misalnya, memiliki 6 buah vokal dan 22 konsonan, tetapi bahasa Arab
memiliki 3 buah vokal pendek, 3 buah vokal panjang, serta 28 konsonan
(Al-Khuli, 1982:321). Oleh sifatnya yang universal ini, bahasa memiliki fungsi
yang sangat umum dan menyeluruh dalam tindakan komunikasi.
- Bahasa itu manusiawi
Bahasa yang manusiawi adalah bahasa
yang lahir alami oleh manusia penutur bahasa dimaksud. Hal ini karena pada
binatang belum tentu ada bahasa meskipun binatang dapat berkomunikasi. Sifat
ini memiliki fungsi sebagai citra bahasa adalah sangat baik dalam komunikasi.
- Bahasa itu bervariasi
Setiap masyarakat bahasa pasti
memiliki variasi atau ragam dalam bertutur. Bahasa Aceh misalnya, antara
penutur bahasa Aceh bagi masyarakat Aceh Barat dengan masyarakat Aceh di Aceh
Utara memiliki variasi. Variasi bahasa dapat terjadi secara idiolek, dialek,
kronolek, sosiolek, dan fungsiolek.
- Bahasa itu dinamis
Hampir di setiap tindakan manusia
selalu menggunakan bahasa. Bahkan, dalam bermimpi pun, manusia menggunakan
bahasa. Karena setiap tindakan manusia sering berubah-ubah seiring perubahan
zaman yang diikuti oleh perubahan pola pikir manusia, bahasa yang digunakan pun
kerap memiliki perubahan. Inilah yang dimaksud dengan dinamis. Dengan kata
lain, bahasa tidak statis, tetapi akan terus berubah mengikuti kebutuhan dan
tuntutan pemakai bahasa.
- Bahasa sebagai alat interakasi sosial
Bahasa sebagai alat interaksi sosial
sangat jelas fungsinya, yakni dalam interaksi, manusia memang tidak dapat
terlepas dari bahasa. Seperti dijelaskan di atas, hampir di setiap tindakan
manusia tidak terlepas dari bahasa, maka salah satu hakekat bahasa adalah alat
komunikasi dalam bergaul sehari-hari.
- Bahasa sebagai identitas diri
Bahasa juga dapat menjadi identitas
diri pengguna bahasa tersebut. Hal ini disebabkan bahasa juga menjadi cerminan
dari sikap seseorang dalam berinteraksi. Sebagai identitas diri, bahasa akan
menjadi penunjuk karakter pemakai bahasa tersebut.
Sementara itu, Brown dan Yule
(1996:1) berpendapat bahwa bahasa itu dapat berfungsi sebagai pengungkapan isi
yang dideskripsikan menjadi fungsi transaksisional dan sebagai
pengungkapan hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi yang dideskripsikannya
menjadi fungsi interaksional.
. Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf
(1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa
simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan
dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan
komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan
komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati
bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan
sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan
dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan
kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh
dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu
sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
2. Aspek Bahasa
Bahasa merupakan suatu
sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang
bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik
badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda
yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup
dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau
makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang
diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat
pendengar kita (=yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi
yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari
orang lain).
Arti yang terkandung
dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu
rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah
seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat
bahasa itu masing-masing.
3. Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku
Manusia?
Menurut Sabriani (1963),
mempertanyakan bahwa apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak?
Sebenarnya ada variabel lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku.
Variabel tersebut adalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah
peluang bahwa belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi
realita atau keduanya.
Kehadiran realita dan
hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan
kebenarannya. Selain itu, perlu juga dicermati bahwa istilah perilaku
menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang
dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
3. 1. Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan
bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol
adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang
dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan
konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki
benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya.
Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti
cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih
lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna.
Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda.
Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada hubungan kausal
antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas
dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa,
dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa
makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger
(1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk
mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud
dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur
bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan Bolinger
(1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan
bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa.
Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada
bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
3.2. Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah
diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku
selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat
berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki
pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian
yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat
diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh
bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan
pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan
realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui
pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi,
orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang
langsung menyaksikannya juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
4. Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 :
1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering
digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya
kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu
untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya,
sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa.
Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau
nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa.
Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis
atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’
bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung
kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar
dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke
dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif.
Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu.
Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita
selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar
dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa
memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang,
yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk
berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial
dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan
kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus
globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan
pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa
Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas,
baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara
tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua
produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia,
yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 :
6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh
dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata
memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk
budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa
serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang.
Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai
prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan
bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin
dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya
nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah
pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai
wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat
modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
4.1 Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang
anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada
sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak
tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya,
melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita
dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk
berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya.
Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang
ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi,
kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan
tertentu.
Sebagai contoh lainnya,
tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita
tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan
perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau
tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai
berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa
yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa
kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan
bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu
mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya,
pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk
kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa
sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk
menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang
tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan
kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
- keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua
tekanan emosi
Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian
berkembang sebagai alat untuk
menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
4.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan
akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila
ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan
komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh
nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan
kita.
Sebagai alat komunikasi,
bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan
memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur
berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa
depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan
tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan
yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin
terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi,
kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca
atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita
menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak
sasaran kita.
Pada saat kita
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan
apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali
kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu,
namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti
oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih
umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita,
misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat
ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk
menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut
pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita,
pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik
sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
4.3 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi
Sosial
Bahasa disamping sebagai
salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan
pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam
pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain.
Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa
sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa
dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan
semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin
bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia
memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan
masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu
selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi
dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial
tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada
situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda
pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di
lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang
yang kita hormati.
Pada saat kita
mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara
menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan
menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah
kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar
ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia
menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula
jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata
cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu
bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol
sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada
diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi,
maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku
instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol
sosial.
Ceramah agama atau
dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih
jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga
sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat
atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat
kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada
kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan
yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan
pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa
sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat
peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk
meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk
tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang
dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
5. Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa itu
bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekedar berkomunikasi, berbahasa
perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku.
Ungkapan “Gunakanlah
Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.” Kita tentu sudah sering mendengar dan membaca ungkapan
tersebut. Permasalahannya adalah pengertian apa yang terbentuk dalam benak kita
ketika mendengar ungkapan tersebut? Apakah sebenarnya ungkapan itu? Apakah yang
dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang
benar?
5.1 Bahasa yang Baik
Penggunaan bahasa dengan
baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus
memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita
akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial,
lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil
dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa
untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak
dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan, misalnya, dengan bahasa yang sama kepada seorang
anak SD dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang
anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda.
Lebih lanjut lagi,
karena berkaitan dengan aspek komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi menjadi
penting, yakni pengirim pesan, isi
pesan, media penyampaian pesan, dan penerima pesan. Mengirim pesan adalah orang yang akan
menyampaikan suatu gagasan kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau
pembacanya, bergantung pada media yang digunakannya. Jika pengirim pesan
menggunakan telepon, media yang digunakan adalah media lisan. Jika ia
menggunakan surat, media yang digunakan adalah media tulis. Isi pesan adalah
gagasan yang ingin disampaikannya kepada penerima pesan.
Marilah kita gunakan contoh sebuah majalah atau
buku. Pengirim pesan dapat berupa penulis artikel atau penulis cerita, baik
komik, dongeng, atau narasi. Isi pesan adalah permasalahan atau cerita yang
ingin disampaikan atau dijelaskan. Media pesan merupakan majalah, komik, atau
buku cerita. Semua bentuk tertulis itu disampaikan kepada pembaca yang dituju.
Cara artikel atau cerita itu disampaikan tentu disesuaikan dengan pembaca yang
dituju. Berarti, dalam pembuatan tulisan itu akan diperhatikan jenis
permasalahan, jenis cerita, dan kepada siapa tulisan atau cerita itu ditujukan.
5.2 Bahasa yang Benar
Bahasa yang benar
berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan
peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, danejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata,
harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda
baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan
tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan
bahasa.
Kriteria yang digunakan
untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini
meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2)tata bahasa (kata dan kalimat),
(3) kosa kata (termasuk istilah), (4), ejaan, dan (5) makna. Pada aspek tata
bunyi, misalnya kita telah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu,
kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi,
zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat,
ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah
kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
Pada aspek tata bahasa,
mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari,
terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah,
nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban. Dari segi kalimat
pernyataan di bawah ini tidak benar karena tidak mengandung subjek. Kalimat
mandiri harus mempunyai subjek, predikat atau dan objek.
(1) Pada tabel di atas memperlihatkan bahwa
jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria.
Jika kata pada yang
mengawali pernyataan itu ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek. Dengan
demikian, kalimat itu benar. Pada aspek kosa kata, kata-kata seperti bilang,
kasih, entar dan udah lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi,
sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa yang benar. Dalam hubungannya
dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output),
dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada
istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi. Dari segi ejaan,
penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan
hierarki. Dari segi maknanya, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan
ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya dalam
bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang sifatnya konotatif (kiasan).
Jadi penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa.
Kriteria penggunaan
bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan
kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan,
tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca
(jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu
bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan
tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam
penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi
kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosa kata, istilah, dan ejaan.
Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang
efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara
tepat (Dendy Sugondo, 1999 : 21)..
Berbahasa dengan baik
dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal tata bahasa, melainkan
juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang komunikatif tidak selalu
hanus merupakan bahasa standar. Sebaliknya, penggunaan bahasa standar tidak
selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan
ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah
bahasa yang benar (Alwi dkk., 1998: 21)